RADAR TASIKMALAYA – Berpolitik di zaman Gen Z sangat dinamis. Meskipun terlihat remang-remang, masih ada ruang demokrasi yang bisa digunakan untuk menyaksikan semua kandidat Capres Cawapres dari sudut manapun. Tanpa terkecuali.
Sebagai rakyat yang sadar hak dan kewajibannya sebagai Warga Negara tentu saja mengetahui mengenal bahkan memahami cara dan sistem berpikir Capres Cawapres merupakan suatu keharusan. Sebab hal ini akan sangat berdampak bagi kita sebagai warga negara dalam kehidupan kita sehari-hari.
Politik itu kejam. Dalam sejarah penguasa di dunia, hanya segelintir orang yang mampu menjadi politisi hebat. Sebab memang tidak mudah menjadi politisi yang adi luhung. Banyak jebakan dan rayuan gombal yang bisa membuat politisi tidak berkutik. Tersandera dalam kepentingannya sendiri.
Politisi yang mencari penghidupan dari politik tidak akan pernah menjadi politisi adi luhung. Karena orientasinya adalah kekuasaan dan kekayaan. Bagaimana menjadi kaya dari deal-deal politik. Rakyat hanya dijadikan pemanis dalam cerita negosiasi.
Kita bisa melihat dengan seksama secara cermat, tingkah pola politisi yang “sulit” dimengerti. Perubahan sikapnya bisa berubah drastis bila tidak tercapai deal politiknya. Bahkan bisa menyerang dengan membabi buta dan membuat framming tanpa data dan fakta yang otentik.
Bagi yang waras, tingkah pola politisi dimaklumi saja. Yo wis engga perlu dibahas dalam-dalam. Apalagi sampai dianalisis segala. Ga usah. Karena bisa membuat akal kita tumpul. Cukup rasakan saja. Senyumin aja.
Sebab banyak orang cerdas ketika masuk ke dunia politik otaknya jadi tumpul. Sebab sistem politik kita memang begitu, membuat setiap orang harus menjadi “bodoh”. Siapapun harus tunduk pada kepentingan partai dan bohir. Tanpa kecuali. Anda dianggap keluar garis, nasib anda ada di tangan ketua umum.
Ya kalau dah siap masuk politik ya kudu siap jadi “bodoh”. (Tubagus Solehudin)
Tubagus Solehudin adalah Ketua Klub Study Islam dan Politik (KSIP). Pembelajar Falsafah Leluhur.