RADAR TASIKMALAYA – Gelombang dahsyat globalisasi akan berimplikasi kepada keberagaman budaya di Indonesia dan dapat berdampak negatif terhadap tergerusnya budaya lokal sebagai identitas bangsa dan negara.
Tampaknya hal tersebut bisa terlihat dari anak muda Indonesia khususnya generasi milenial dan Generasi Z yang hari ini banyak ditemukan tidak mengetahui budaya dari sukunya sendiri, bahkan cenderung mengikuti budaya luar, sebutlah budaya Barat atau budaya Korea. Hal ini disebabkan karena ketidaktahuan warga negara, khususnya generasi muda dan peserta didik di lingkungan sekolah mengenai hak dan kewajiban yang tertuang dalam pasal 28 I ayat 3, bahwa identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati dan selaras dengan perkembangan jaman dan peradaban. Maka, semua warga negara memiliki hak dan kewajiban untuk melestarikan budaya lokal tersebut.
Solusi alternatif bagi persoalan yang ditimbulkan akibat arus globalisasi dan modernisasi adalah dengan kearifan lokal dan budaya tradisional, yang dalam dunia pendidikan hal ini disebut dengan istilah etno-pedagogi.
Membangun kesadaran dan mendidik dengan pendekatan etno-pedagogi tersebut kepada peserta didik di lingkungan sekolah tidak hanya mewariskan nilai-nilai budaya lokal, tetapi juga mencetak peserta didik yang Pancasilais dan Nasionalis, bahwa nilai-nilai Pancasila yang terkandung didalamnya mengakomodir berbagai macam budaya di Indonesia.
Budaya sendiri merupakan perkembangan dari cara hidup yang diwariskan secara turun temurun dari generasi ke generasi oleh suatu masyarakat. Maka budaya tersebut erat kaitannya dengan diri manusia. Adapun unsur yang membentuk budaya tersebut meliputi adat-istiadat, bahasa, karya seni dan institusi politik.
Termasuk pada budaya Sunda yang dikembangkan oleh masyarakat Priangan dengan teritorial di wilayah Jawa Barat. Budaya Sunda sendiri penuh dengan sejarah yang juga diselimuti berbagai legenda dan mitos yang terpengaruhi oleh faktor agama, tradisi bahkan lingkungan alam.
Kebudayaan lokal, dalam hal ini adalah budaya Sunda mengandung nilai moral yang bisa diterapkan dalam lingkungan masyarakat, termasuk di lingkungan sekolah atau di dalam dunia pendidikan, seperti halnya nilai solidaritas, menghargai dalam kebersamaan, kejujuran dan lain sebagainya.
Etno-pedagogi dengan melestraikan kebudaya Sunda adalah suatu model sekaligus strategi pendidikan yang diterapkan di SMP Yayasan Atikan Sunda Kota Bandung sejak tahun 1978 sampai sekarang terus dipertahankan.
Pendidikan karakter di lingkungan sekolah melalui pendekatan budaya lokal merupakan sebuah keniscayaan untuk di kembangkan dilingkungan sekolah. Karena, pada umumnya hari ini nilai-nilai yang mengandung filosofi dan budaya lokal sudah mulai ditinggalkan, karena tidak dianggap modern. Hal ini berimplikasi pada generasi seterusnya yang sulit bersikap toleransi. Padahal di dalam budaya lokal tersebut, mengandung nilai-nilai tradisional yang luhur dan dapat dijadikan sebagai muatan pendidikan karakter, salah satunya karakter toleran.
Pendidikan karakter dan nilai moral merupakan hal yang penting dalam kehidupan manusia. Nilai moral tersebut dijadikan sebagai dasar, tuntunan dan tujuan manusia di dalam menjalani kehidupannya. Salah satu karakter dan nilai moral bagi peserta didik di lingkungan sekolah adalah mampu bergaul dan bersikap toleran atau menghargai dengan teman sebaya dan lingkungannya.
Sekolah Menengah Pertama (SMP) Yayasan Atikan Sunda (YAS) Kota Bandung ini adalah sekolah jenjang menegah pertama yang berbasis kebudayaan Sunda, sehingga keseharian peserta didik wajib menggunakan bahasa sunda dan bertatakrama yang baik dan benar sesuai dengan hakikat karakter urang sunda.
Adapun upaya melestarikan kebudayaan Sunda terlihat dari banyaknya ektrakulikuler yang bernuansakan budaya Sunda, SMP YAS memiliki tujuh ekskul budaya Sunda yaitu seni ukir wayang, rampak sekar, karawitan/gamelan, rampak penca, sastra sunda, angklung dan seni tari. Hal ini dikuatkan dengan hasil penelitiannya Seni Asiati bahwa salah satu strategi sekolah dalam pendidikan karakter di dunia pendidikan adalah melalui kegiatan intrakurikuler ataupun ekstrakurikuler.
Model pendidikan berbasis budaya (etno-pedagogi) ini relevan bagi pengembangan keterampilan dan potensi perserta didik di setiap masing-masing daerah. Pradana (2016) sependapat bahwa pengembangan karakter melalui budaya lokal harus dikembangkan melalui berbagai saluran pendidikan, tidak hanya pada proses pembelajan formal, namun pada seluruh kegiatan peserta didik di lingkungan sekolah.
Etno-pedagogi budaya Sunda menjadi karakter dan ciri khas dari model pendidikan yang diterapkan oleh SMP Yayasan Atikan Sunda, penguatan budaya Sunda ini terlihat jelas dalam visi dan misi dari SMP YAS Kota Bandung yaitu Sunda sebagai budaya dengan dengan memelihara dan melestarikan kesenian daerah dan mengembangkan kurikulum lokal. Hal ini pula yang menjadi pembeda dengan lembaga pendidikan lainnya, baik di wilayah Kota Bandung maupun di Jawa Barat atau bahkan mungkin di Indonesia.
Jadi penguatan budaya Sunda di SMP YAS Kota Bandung ditemukan melalui proses kegiatan belajar sehari-hari yang menggunakan bahasa Sunda dan tatakrama. Lalu juga ditemukan melalui berbagai ektrakulikuler budaya sunda yang telah disebutkan diatas. Bank (2001) mengemukakan bahwa disebagian besar negara-negara dan masyarakat di seluruh dunia dapat dicirikan dengan budayanya, keberagaman etnis, bahasa juga agama.
SMP YAS Kota Bandung memang sekolah berbasis budaya Sunda dengan ciri khasnya mengangkat dan mempertahankan seni dan budaya Sunda dan terus diperjuangkan oleh semua guru kepada para peserta didik. Berbagai kegiatan ekstrakulikuler bernuasa budaya Sunda diatas merupakan wadah dalam mengembangkan potensi para peserta didik diluar bidang akademik. Pengembangan diri tersebut merupakan suatu usaha dalam membentuk watak dan kepribadian peserta didik yang dilakukan melalui jalur pendidikan, bimbingan dan pengajaran. Hal ini memiliki tujuan untuk pengembangan dan mengekspresikan diri sesuai dengan potensi, minat dan bakat peserta didik. Maka kegiatan ektrakurikuler merupakan suatu langkah yang strategis dalam pembentukan karakter melalui penguatan budaya lokal, dalam hal ini adalah budaya Sunda. Para peserta didik mendapatkan pembinaan keterampilan seperti tanggungjawab, gotong royong, musyawarah, kejujuran dan berbagai nilai positif lainnya.
Semua kesenian dan budaya sunda yang ada dalam ektrakulikuler di SMP YAS Kota Bandung juga mengandung nilai persatuan dan musyawarah. Hal ini, sejalan dengan pendapat Imron dan Hidayat bahwa kebudayaan lokal berperan dalam mewujudkan kerukunan sosial yaitu pertama guyub yang sudah melekat pada diri manusia, khususnya manusia atau masyarakat Sunda, dan kedua, rasa gotong royong yang dapat memberikan dampak keterlibatan dalam melaksanakan kegiatan.
Nilai-nilai budaya Sunda tersebut harus dipandang sebagai warisan sosial dan memiliki nilai yang berharga bagi kebanggaan dan kebesaran harkat dan martabat bangsa Indonesia. Maka transmisi nilai kepada generasi selanjutnya adalah suatu keniscayaan yang bersifat mutlak. Generasi muda dalam hal ini adalah para peserta didik harus bisa menjaga dan melestarikan nilai budaya Sunda tersebut dan dapat menginternalisasi kedalam jiwa dan sikapnya. Inilah cita-cita yang terus diperjuangkan oleh lembaga pendidikan SMP YAS Kota Bandung dibawah naungan Yayasan Atikan Sunda agar budaya Sunda tidak tergerus oleh perubahan zaman yang dapat menyebabkan degradasi karakter bangsa Indonesia. (Andri Nurjaman, M. Hum.)
Andri Nurjaman, M. Hum. adalah Guru PPKn SMP Yayasan Atikan Sunda Kota Bandung.