RADAR TASIKMALAYA – Beberapa hari yang lalu, publik digemparkan kembali dengan pemberitaan media massa lokal dan nasional tentang korban investasi bodong dan pinjaman online (pinjol).
Kasus pertama tentang ratusan mahasiswa IPB yang tergiur keuntungan investasi yang kemudian menggunakan dana dari pinjol untuk modalnya dan kedua puluhan korban penipuan investasi bodong di Tasikmalaya.
Terdapat kesamaan dalam kasus tersebut, mulai berkedok investasi, memakan korban banyak, tergiur mendapat keuntungan dalam waktu singkat, dan melibatkan aplikasi keuangan. Konon katanya, banyak korban diakibatkan karena masyarakat masih belum teredukasi dengan baik terkait aplikasi keuangan pinjol maupun investasi.
Berdasarkan pemberitaan salah satu media massa, kasus investasi bodong di Tasikmalaya diketahui bahwa pelaku merayu para korbannya dengan iming-iming menanamkan modalnya untuk penjualan tas branded.
Para korban semakin yakin karena yang bersangkutan mengaku sebagai pemilik gudang tas di Surabaya dan Jakarta. Untuk lebih meyakinkan, pelaku menggunakan motto “Cari Cuan Sambil Rebahan”, sehingga membuat alam bawah sadar para korbannya setuju tentang kemudahan mendapatkan uang dengan cara ikut berinvestasi.
Uniknya, dua cara yang digunakan pelaku adalah dengan metode investasi langsung cash kepada pelaku dengan menggunakan pinjol melalui aplikasi dan menggunakan limit Shopee Play Later untuk belanja barang dari toko online yang telah ditentukan pelaku, serta alamat penerima barang yang juga ditetapkan si pelaku melalui link (tautan) yang dikirim kepada korban.
Analisa penulis mengindikasikan bahwa duet maut antara rayuan investasi bodong dan jeratan kemudahan pinjol memberikan celah untuk terjadinya kasus penipuan.
Mayoritas korban penipuan investasi bodong di Tasikmalaya, berani mengajukan pinjol untuk investasi di penjualan tas branded yang ternyata bodong. Alasannya karena kemudahan syarat untuk meminjam uang.