RADAR TASIKMALAYA – Perkembangan teknologi informasi dan digitalisasi dalam berbagai sektor menuntut Pemerintah untuk adaptif dan agile terhadap dinamika tersebut. Dalam pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), digitalisasi antara lain diwujudkan dalam modernisasi rekening dan pembentukan platform belanja yang berbasis digital untuk mendorong belanja pemerintah yang lebih praktis, efektif, dan efisien melalui digital payment (pembayaran digital atau secara elektronik/online).
Dewasa ini, platform belanja secara online atau lebih dikenal dengan marketplace berkembang sangat pesat dan menjadi salah satu pasar online yang diminati masyarakat luas. Keberadaan marketplace akhirnya mengubah pola belanja masyarakat. Apabila sebelumnya transaksi jual beli dilakukan hanya secara tatap muka, sekarang telah beralih menjadi transaksi secara virtual tanpa sekat-sekat ruang dan waktu.
Keberadaan marketplace juga makin digemari pembeli dengan adanya fasilitas pembayaran yang semakin beragam. Bagi penjual, marketplace juga memudahkan mereka menjajakan dagangannya melalui media elektronik tanpa harus membuat situs web atau toko online pribadi. Secara umum marketplace dipahami sebagai perantara yang mempertemukan penjual dan pembeli. Saat ini, marketplace yang ada di Indonesia antara lain Tokopedia, Shopee, Bukalapak, Blibli, Lazada, Olx, dan sebagainya. Penjual hanya perlu menyediakan foto barang dagangan, mencantumkan harga, dan deskripsi lain mengenai barang dagangannya. Selanjutnya pembeli tinggal memilih dan membeli produk yang ditawarkan pihak penjual dengan cara yang mudah melalui aplikasi terkait.
Tren yang terjadi di tengah masyarakat ini merambah juga di kalangan pemerintahan. Anggapan bahwa pemerintah selalu ketinggalan zaman nampaknya ditepis dengan penggunaan sarana berbasis teknologi informasi dalam pengelolaan belanja pemerintah atau yang selama ini dikenal dengan pengadaan barang dan jasa (PBJ), melalui e-katalog dan e-purchasing yang telah cukup lama diinisiasi oleh Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP).
Selain hal tersebut, pengembangan cashless society melalui Gerakan Nasional Non Tunai sejak tahun 2014, yang berlanjut pada implementasi Kartu Kredit Pemerintah (KKP), restrukturisasi rekening bendahara pengeluaran dan implementasi virtual account (VA) terus berkembang hingga implementasi digital payment (digipay) sekarang ini. Selaras dengan langkah yang dilakukan oleh LKPP, Kementerian Keuangan c.q Direktorat Jenderal Perbendaharaan mengembangkan marketplace digipay untuk belanja APBN yang dilakukan oleh satuan kerja Kementerian Negara/Lembaga di luar yang sudah dilakukan oleh LKPP.
Berbeda dengan aplikasi e-katalog dan e-purchasing, pengadaan barang/jasa pemerintah pada Digipay bersumber dari dana uang persediaan (UP) satuan kerja yang setiap transaksinya tidak melebihi Rp50 juta. Digipay terdiri atas Sistem Marketplace dan Sistem Digital Payment yang terintegrasi dalam satu platform. Sistem Marketplace memfasilitasi transaksi pemesanan dan penyediaan barang/jasa antara Satker dengan Penyedia Barang/Jasa, dalam rangka penggunaan UP. Sistem Digital Payment memfasilitasi proses pembayaran atas transaksi dalam Sistem Marketplace.
Melalui Peraturan Dirjen Perbendaharaan nomor PER-20/PB/2019 tentang Uji Coba Penggunaan Uang Persediaan Melalui Sistem Marketplace dan Digital Payment Pada Satuan Kerja, Direktorat Jenderal Perbendaharaan bekerjasama dengan bank-bank pemerintah (BRI, Bank Mandiri dan BNI) berinovasi menghadirkan sebuah aplikasi belanja online dengan prinsip marketplace dengan nama Digital Payment (Digipay). dengan mekanisme pembayaran (digipay) melalui pemindahbukuan atau dengan penggunaan Kartu Kredit Pemerintah (KKP).
Saat ini Peraturan Dirjen Perbendaharaan nomor PER-20/PB/2019 telah dicabut dan diganti dengan PER-7/PB/2022 tanggal 30 Juni 2022 tentang Penggunaan Uang Persediaan melalui Digipay pada Satuan Kerja Kementerian Negara/Lembaga. Dengan peraturan yang baru ini, digipay dikembangkan lagi untuk kebermanfaatan yang lebih luas dan pengelola digipay menjadi satu pengelola dan bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan. Keterlibatan bank umum juga menjadi lebih luas karena Bank Umum mitra Satker dalam pengelolaan UP yang berminat untuk menjadi Bank Mitra Digipay dapat mengajukan permohonan tertulis kepada Kuasa BUN Pusat.