RADAR TASIKMALAYA – Indonesia pada hasil survey dari United Nation e-Government Index menunjukkan kenaikan peringkat dari 88 menjadi 77 pada tahun 2022. Survey ini memperhatikan elemen penilaian pada indikator indeks pelayanan online atau online service index (OSI), indeks infrastruktur telekomunikasi atau telecommunication infrastructure index (TII), dan indeks sumber daya manusia atau human capital index (HCI).
Hal ini sejalan dengan semangat pembangunan berbasis digital yang telah lama diinisiasi oleh Pemerintah pusat baik kementerian maupun Lembaga. Semangat SPBE atau yang disebut Pemerintahan Berbasis Elektronik perlu direspons dengan cepat oleh pemerintah daerah dalam memberikan pelayanan publik yang berbasis pada kebutuhan masyarakat saat ini. Kebijakan SPBE telah ada sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 95 tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik. Pada aturan ini memberikan penguatan tentang pentingnya menganalisis kesiapan pemerintah pusat maupun daerah untuk melihat kekuatan instansi dalam memenuhi indikator-indikator digital governance. Misalnya penerapan pada prinsip pelayanan publik yaitu efektivitas, keterpaduan, kesinambungan, efisiensi, akuntabilitas, interoperabilitas dan keamanan.
Digital governance yang sedang menjadi trend dalam penyelenggaraan pemerintahan ternyata didesain dengan program smart city. Gerakan smart city yang selalu digaungkan oleh pemerintah pusat perlu diselaraskan dengan pelayanan yang komprehensif dan tidak memberikan kesan pada kegagapan teknologi. Banyak dijumpai permasalahan dalam tata Kelola pemerintahan terutama pada tingkat lokal. Setiap daerah berlomba-lomba memberikan “Label” sebagai daerah yang sudah menerapkan prinsip smart city. Namun, pada kenyataannya jika dianalisis lebih lanjut banyak daerah yang belum memberikan pelayanan yang sesuai prinsip Sustainable Cities. Sehingga setiap daerah harus memiliki pemahaman yang utuh pada konsep smart city. Menurut Cohen (2014) konsep penerapan smart city setidaknya harus dipahami melalui 6 indikator kunci yaitu smart governance (pemerintahan yang mengutamakan pelayanan dengan mengusung konsep digital), smart economy (aspek perekonomian memanfaatkan teknologi menuju penguatan industry ekonomi kreatif dan memberikan kesejahteraan masyarakat), smart mobility (penyediaan fasilitas mobilitas masyarakat berdasarkan prinsip teknologi informasi untuk memberikan kemudahan dan efisiensi), smart society (masyarakat sebagai unsur utama dalam kemajuan kota), dan smart environment (terwujudnya tata Kelola lingkungan yang baik, bertanggungjawab dan berkelanjutan).
Jika berorientasi pada prinsip smart city maka tata Kelola pemerintahan harus memperhatikan infrastruktur dasar dalam menciptakan kualitas hidup masyarakat. Strategi penerapan yang bisa dilakukan antara lain membuat perencanaan/master plan dengan melibatkan banyak actor antara lain pemerintah, swasta, kelompok bisnis, masyarakat, dan perguruan tinggi. Tata Kelola yang cerdas harus dibarengi dengan penguatan layanan yang transparan, misalnya proses penyajian big data pemerintah yang optimal dan mampu membaca peluang efisiensi suatu kebijakan. Konsep ini perlu melibatkan sumber daya manusia unggul, modal sosial dan infrastruktur telekomunikasi dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan.
Tata Kelola pemerintahan setidaknya harus memperhatikan indikator kepemimpinan, smart-integrated service, dan perkembangan infrastruktur layanan informasi dan komunikasi. Pertama, kepemimpinan, konsep ini menuntut kebijakan inovatif dan terpadu yang strategis dalam mewujudkan visi kota dan penguatan sebagai role model. Gerakan 100 Smart city yang digagas oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, BAPPENAS dan kantor staf kepresidenan dapat dijadikan peluang terutama bagi pemerintah daerah untuk menyusun perencanaan program pembangunan, meningkatkan pelayanan masyarakat dan memaksimalkan potensi daerah. Dinamika dari siklus politik yang berganti pemimpin akan memberikan salah satu tantangan besar dalam menginisiasi smart city. Proyek kota pintar yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan tidak dipungkiri harus melalui pendanaan yang besar dan prioritas pembangunan. Oleh karena itu, diperlukan komitmen yang kuat dengan memperhatikan strategic-vision mencakup administrasi, kebijakan bahkan perencanaan keuangan.
Kedua, smart-integrated service, konsep ini memberikan makna pada kesigapan pemerintah untuk beradaptasi berdasarkan perkembangan teknologi yang semakin cepat. Jika hanya memikirkan penciptaan sebuah aplikasi maka sebenarnya penguatan konsep tata Kelola hanya sebatas pada fisik. Oleh karena itu, kebijakan integrasi layanan perlu dilakukan pada beberapa jenis layanan yang hampir sama pada sebuah instansi. Mengingat layanan publik yang diberikan berorientasi pada reformasi birokrasi. Model pendekatan layanan publik ini akan memenuhi kebutuhan good governance untuk meningkatkan tingkat kepuasan masyarakat. Lebih lanjut selain integrasi sistem layanan publik, pemerintah juga harus memberikan layanan big data. Manfaat big data akan membantu dalam implementasi smart city. Penerapan Konsep smart city menawarkan kemudahan dalam berbagai aspek, seperti pendidikan, kesehatan, pemerintahan, tata kota, transportasi, dan lain sebagainya. Dengan adanya big data, birokrasi tidak lagi menjadi sesuatu yang berbelit-belit yang dapat membantu dalam menyelesaikan masalah pemerintah. Beberapa best practice daerah yang sudah memiliki layanan smart city baik antara lain Jakarta, Bandung dan Surabaya. Ini harus menjadi motivasi bagi daerah lain untuk melakukan transformasi digital dan integrasi sistem layanan.
Ketiga, perkembangan infrastruktur layanan informasi dan komunikasi, pada fase ini kebijakan tata Kelola diarahkan untuk memastikan baik kementerian, Lembaga, maupun pemerintah daerah untuk menyediakan infrastruktur yang memadai. Terutama bagi daerah-daerah diluar pulau Jawa. Infrastruktur menjamin kesiapan pemerintah untuk serius dalam pemberian layanan terbaik kepada masyarakat. Selain itu perlu juga diperhatikan keamanan dan kerahasiaan/privacy data masyarakat dalam tata Kelola pemerintahan.
Kebijakan smart city akan berimplikasi pada pemenuhan urusan wajib pemerintah meliputi Pendidikan, Kesehatan, pekerjaan umum dan penataan ruang, perumahan rakyat-kawasan pemukiman, dan sosial ekonomi. Sementara pada lingkup daerah disesuaikan dengan daya saing pemda. Tata Kelola pemerintahan yang berorientasi pada smart city akan terus berkembang sebagai upaya memudahkan kegiatan masyarakat, pengelolaan sumber daya alam yang efektif dan efisien, memberikan pelayanan publik terbaik sebagai peningkatan kualitas hidup masyarakat. Keberhasilan tata Kelola pemerintahan dapat dilihat pada partisipasi masyarakat dalam pembuatan kebijakan, layanan publik dan sosial, akuntabel, dan strategi politis. Teknologi informasi dan komunikasi hanya menjadi penghubung, sementara komponen dasar non-teknologi perlu mendapat perhatian misalnya manajemen dan organisasi, kebijakan politik dan kelembagaan.
Pemerintah telah memprediksi bahwa sekitar 82,37 % penduduk Indonesia akan hidup di Kota pada tahun 2045. Pemerintah dengan cara kerja kolaboratif perlu merespons ini dengan melihat tantangan dan permasalahan dalam masalah perkotaan. Kota masa depan yang menjadi gagasan pemerintahan nasional ini bertujuan untuk memanfaatkan dibalik urbanisasi yang efektif. Penguatan penerapan e-governance menjadi kunci untuk memetakan kesiapan dan kematangan pemerintah menghadapi kompleksitas masalah perkotaan. Selain itu perlu didukung oleh sumber daya manusia yang melek teknologi, pengembangan karakter sosial budaya dan dukungan riset dari kalangan universitas. (Riska Sarofah, S.IP., M.I.P.)
Riska Sarofah, S.IP., M.I.P. adalah Dosen FISIP Universitas Siliwangi.